Panduan Lengkap Contoh Surat Perjanjian Jual Beli Tanah & Bangunan: Anti Ribet!

Daftar Isi

Surat Perjanjian Jual Beli (SPJB) tanah dan bangunan adalah dokumen krusial dalam transaksi properti. Meskipun belum sekuat Akta Jual Beli (AJB) yang dibuat di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), SPJB ini berfungsi sebagai ikatan awal antara penjual dan pembeli. Dokumen ini menjadi bukti kesepakatan mengenai harga, cara pembayaran, dan detail lain sebelum proses peralihan hak secara resmi dilakukan. Memiliki SPJB yang jelas dan lengkap sangat penting untuk menghindari sengketa di kemudian hari.

Apa Itu SPJB Tanah dan Bangunan?

SPJB, atau sering juga disebut Pengikatan Jual Beli (PJB), adalah perjanjian pendahuluan antara calon penjual dan calon pembeli. Perjanjian ini dibuat sebelum dilaksanakannya AJB di kantor PPAT. SPJB ini mengikat kedua belah pihak untuk melaksanakan jual beli properti sesuai dengan persyaratan yang disepakati. Biasanya, SPJB dibuat ketika ada kondisi yang belum memungkinkan dilaksanakannya AJB secara langsung, misalnya pembayaran dilakukan secara bertahap atau ada dokumen yang belum lengkap.

Surat Perjanjian
Image just for illustration

Fungsi utama SPJB adalah memberikan kepastian hukum awal bagi kedua pihak. Ini menunjukkan bahwa ada keseriusan dalam transaksi tersebut. Tanpa SPJB, kesepakatan lisan sangat rentan terhadap pembatalan sepihak dan sulit dibuktikan di kemudian hari. Oleh karena itu, sebaiknya setiap transaksi jual beli properti, sekecil apapun nilainya, didasari oleh perjanjian tertulis.

Mengapa SPJB Penting Sebelum AJB?

Ada beberapa alasan kuat mengapa SPJB menjadi langkah penting sebelum menuju AJB. Pertama, SPJB memberikan waktu bagi kedua belah pihak untuk memenuhi kewajiban masing-masing. Misalnya, pembeli memerlukan waktu untuk mengurus KPR, sementara penjual mungkin butuh waktu untuk melengkapi dokumen properti yang diperlukan untuk proses AJB. Dokumen ini mencatat semua term and condition yang sudah disepakati.

Kedua, SPJB bisa menjadi dasar untuk pembayaran uang muka atau pembayaran cicilan awal. Dengan adanya SPJB, pembayaran ini memiliki landasan hukum yang jelas, bukan sekadar pembayaran “di bawah tangan”. Jika salah satu pihak ingkar janji setelah SPJB ditandatangani, pihak yang dirugikan memiliki dasar untuk menuntut atau membatalkan perjanjian dengan konsekuensi yang sudah diatur dalam SPJB tersebut. Keberadaan SPJB memberikan rasa aman bagi kedua belah pihak selama masa transisi sebelum kepemilikan berpindah sepenuhnya.

Elemen Penting dalam SPJB Tanah dan Bangunan

Sebuah SPJB yang baik dan lengkap harus memuat beberapa elemen kunci. Setiap elemen ini punya peran penting dalam menjelaskan detail transaksi dan melindungi kepentingan kedua pihak. Jika ada satu elemen yang hilang atau tidak jelas, ini bisa menjadi celah untuk sengketa di masa depan. Oleh karena itu, perhatikan baik-baik setiap bagiannya saat menyusun SPJB.

Identitas Para Pihak

Bagian ini memuat data lengkap penjual dan pembeli. Ini termasuk nama lengkap, nomor KTP/identitas lain yang sah, alamat lengkap, nomor telepon, dan status perkawinan. Jika salah satu pihak adalah badan hukum, maka dicantumkan nama badan hukum, alamat kantor, dan identitas perwakilan yang berwenang (direktur, dll.). Identitas yang jelas sangat penting untuk memastikan bahwa pihak yang bertransaksi adalah subjek hukum yang benar dan berhak.

Deskripsi Objek Perjanjian (Properti)

Ini adalah bagian yang menjelaskan secara detail properti yang diperjualbelikan. Data yang harus ada meliputi lokasi lengkap properti (alamat jalan, nomor, kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota). Selain itu, perlu dicantumkan juga detail luas tanah (sesuai sertifikat) dan luas bangunan (jika ada). Informasi mengenai nomor sertifikat tanah (SHM/SHGB), nama pemilik terdaftar di sertifikat, dan nomor Indeks Bidang (jika ada) juga harus dimasukkan. Deskripsi ini harus akurat agar tidak ada keraguan mengenai objek transaksi.

Harga dan Cara Pembayaran

Detail mengenai harga jual beli properti harus dicantumkan dengan jelas, baik dalam angka maupun huruf. Selain itu, mekanisme pembayaran juga harus dijelaskan serinci mungkin. Ini meliputi jumlah uang muka, tanggal pembayaran uang muka, jumlah dan jadwal pembayaran cicilan (jika ada), serta tanggal pelunasan terakhir. Nomor rekening bank tujuan pembayaran juga sering dicantumkan di sini. Kejelasan dalam hal pembayaran mencegah kesalahpahaman finansial yang sering menjadi sumber masalah.

Pengalihan Hak Milik

Bagian ini menjelaskan kapan dan bagaimana proses pengalihan hak milik akan dilakukan. Biasanya, dicantumkan bahwa pengalihan hak milik (melalui AJB di PPAT) akan dilakukan setelah seluruh pembayaran lunas. Dicantumkan juga siapa yang bertanggung jawab mengurus proses AJB dan biaya-biaya yang timbul (BPHTB, PPh, biaya notaris/PPAT). Timeline atau batas waktu penyelesaian AJB juga sebaiknya disepakati dan dicantumkan.

Jaminan Penjual

Penjual memberikan jaminan bahwa properti yang dijual adalah miliknya yang sah dan tidak sedang dalam sengketa atau dibebani hak tanggungan (hipotek) atau sita. Penjual juga menjamin bahwa ia memiliki hak penuh untuk menjual properti tersebut. Jaminan ini penting untuk melindungi pembeli dari kemungkinan klaim pihak ketiga di kemudian hari. Jika ternyata properti tersebut bermasalah, pembeli punya dasar untuk menuntut penjual.

Kewajiban dan Tanggung Jawab Para Pihak

Dicantumkan kewajiban penjual, misalnya menyerahkan sertifikat asli dan dokumen lain saat pelunasan/AJB. Dicantumkan juga kewajiban pembeli, seperti melakukan pembayaran tepat waktu sesuai jadwal. Pengaturan mengenai siapa yang menanggung biaya-biaya seperti PBB tertunggak (jika ada) atau biaya pemeliharaan selama masa transisi juga bisa dimasukkan. Bagian ini merinci tugas masing-masing pihak.

Penalti atau Sanksi

Untuk memastikan kepatuhan terhadap perjanjian, SPJB sering memuat klausul mengenai penalti atau sanksi jika salah satu pihak melanggar perjanjian. Contohnya, jika pembeli terlambat membayar cicilan, ada denda sekian persen. Atau, jika penjual membatalkan penjualan secara sepihak, ia harus mengembalikan uang muka ditambah kompensasi tertentu. Sanksi ini berfungsi sebagai pencegah dan pengaman bagi pihak yang taat perjanjian.

Penyelesaian Sengketa

Meskipun tidak diharapkan, sengketa bisa saja terjadi. Oleh karena itu, SPJB yang baik mengatur mekanisme penyelesaian sengketa. Biasanya, para pihak sepakat untuk menyelesaikan sengketa secara musyawarah untuk mufakat terlebih dahulu. Jika tidak berhasil, sengketa bisa dibawa ke jalur hukum melalui pengadilan negeri yang yurisdiksinya sesuai dengan lokasi properti atau domisili para pihak. Klausul ini memberikan panduan jika terjadi masalah.

Penutup dan Tanda Tangan

Bagian akhir SPJB mencantumkan tanggal pembuatan perjanjian. Kemudian diikuti kolom tanda tangan kedua belah pihak (penjual dan pembeli) di atas materai yang cukup. Disarankan juga ada saksi-saksi yang ikut menandatangani SPJB. Saksi ini bisa kerabat, tetangga, atau agen properti yang memediasi transaksi. Tanda tangan dan materai menunjukkan persetujuan dan kekuatan hukum perjanjian.

Contoh Format SPJB Tanah dan Bangunan

Berikut adalah contoh format SPJB yang bisa Anda gunakan sebagai referensi. Ingat, ini hanya contoh. Sebaiknya konsultasikan dengan Notaris atau PPAT untuk SPJB yang lebih kompleks atau bernilai besar. Penggunaan jasa profesional sangat dianjurkan untuk memastikan semua aspek hukum terpenuhi.

**SURAT PERJANJIAN JUAL BELI TANAH DAN BANGUNAN**
Nomor: [Nomor SPJB, jika ada]

Pada hari ini, [Hari], tanggal [Tanggal] bulan [Bulan] tahun [Tahun], bertempat di [Tempat Pembuatan SPJB], yang bertanda tangan di bawah ini:

**I. PIHAK PENJUAL**

Nama Lengkap          : [Nama Lengkap Penjual]
Nomor KTP/Identitas   : [Nomor KTP Penjual]
Alamat Lengkap        : [Alamat Lengkap Penjual]
Nomor Telepon         : [Nomor Telepon Penjual]
Status Perkawinan     : [Status Perkawinan Penjual]
Bertindak untuk dan atas nama diri sendiri / selaku kuasa dari [Nama Pemberi Kuasa jika ada], berdasarkan Surat Kuasa Nomor [Nomor Surat Kuasa] tanggal [Tanggal Surat Kuasa].
Selanjutnya disebut sebagai **PIHAK PERTAMA** (Selaku Penjual).

**II. PIHAK PEMBELI**

Nama Lengkap          : [Nama Lengkap Pembeli]
Nomor KTP/Identitas   : [Nomor KTP Pembeli]
Alamat Lengkap        : [Alamat Lengkap Pembeli]
Nomor Telepon         : [Nomor Telepon Pembeli]
Status Perkawinan     : [Status Perkawinan Pembeli]
Bertindak untuk dan atas nama diri sendiri / selaku kuasa dari [Nama Pemberi Kuasa jika ada], berdasarkan Surat Kuasa Nomor [Nomor Surat Kuasa] tanggal [Tanggal Surat Kuasa].
Selanjutnya disebut sebagai **PIHAK KEDUA** (Selaku Pembeli).

PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA secara bersama-sama disebut sebagai **PARA PIHAK**.

**PARA PIHAK** dengan ini menerangkan bahwa:

1.  PIHAK PERTAMA adalah pemilik sah sebidang tanah dan/atau bangunan yang terletak di:
    Alamat Lengkap      : [Alamat Lengkap Properti]
    Kelurahan           : [Kelurahan Properti]
    Kecamatan           : [Kecamatan Properti]
    Kabupaten/Kota      : [Kabupaten/Kota Properti]
    Dengan Luas Tanah   : ± [Luas Tanah] meter persegi (m²) berdasarkan Sertifikat Hak Milik (SHM) / Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) Nomor [Nomor Sertifikat] atas nama [Nama Pemilik di Sertifikat].
    (Jika ada bangunan) dan di atas tanah tersebut berdiri sebuah bangunan rumah tinggal / ruko / [Jenis Bangunan Lain] dengan luas bangunan ± [Luas Bangunan] meter persegi (m²).
    Selanjutnya disebut sebagai **OBJEK PERJANJIAN**.

2.  OBJEK PERJANJIAN tersebut di atas saat ini dalam keadaan kosong / masih dihuni oleh [Status Penghunian, misalnya: Penjual sendiri / disewakan kepada...].

3.  PIHAK PERTAMA dengan ini menyatakan menjual dan menyerahkan hak atas OBJEK PERJANJIAN tersebut kepada PIHAK KEDUA.

4.  PIHAK KEDUA dengan ini menyatakan setuju untuk membeli dan menerima penyerahan hak atas OBJEK PERJANJIAN tersebut dari PIHAK PERTAMA.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, **PARA PIHAK** sepakat untuk mengikatkan diri dalam Perjanjian Jual Beli Tanah dan Bangunan ini dengan ketentuan dan syarat-syarat sebagai berikut:

**PASAL 1**
**HARGA JUAL BELI**

1.  Harga jual beli atas OBJEK PERJANJIAN tersebut di atas disepakati oleh **PARA PIHAK** sebesar Rp [Jumlah Harga dalam Angka],- ([Jumlah Harga dalam Huruf] Rupiah).
2.  Harga tersebut pada Ayat 1 Pasal ini sudah termasuk nilai tanah dan bangunan (jika ada), serta seluruh perlengkapan dan perabot yang disepakati ikut dijual (jika ada, sebutkan perabotnya).

**PASAL 2**
**CARA PEMBAYARAN**

1.  PIHAK KEDUA akan melakukan pembayaran harga jual beli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 di atas kepada PIHAK PERTAMA dengan cara:
    a.  Pembayaran Uang Muka (Down Payment) sebesar Rp [Jumlah Uang Muka],- ([Jumlah Uang Muka dalam Huruf] Rupiah) yang akan dibayarkan oleh PIHAK KEDUA kepada PIHAK PERTAMA pada tanggal [Tanggal Pembayaran Uang Muka]. Pembayaran ini akan dilakukan secara tunai / transfer ke rekening PIHAK PERTAMA Nomor [Nomor Rekening Penjual] atas nama [Nama Pemilik Rekening].
    b.  Sisa pembayaran sebesar Rp [Sisa Pembayaran],- ([Sisa Pembayaran dalam Huruf] Rupiah) akan dilunasi oleh PIHAK KEDUA kepada PIHAK PERTAMA pada tanggal [Tanggal Pelunasan] / paling lambat pada saat penandatanganan Akta Jual Beli (AJB) di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Pembayaran sisa pelunasan ini juga akan dilakukan secara tunai / transfer ke rekening PIHAK PERTAMA yang sama.
    c.  (Jika pembayaran dicicil) Sisa pembayaran sebesar Rp [Jumlah] akan dicicil sebanyak [Jumlah Cicilan] kali dengan jadwal pembayaran [Jadwal Cicilan]. Pembayaran cicilan akan dilakukan setiap tanggal [Tanggal Pembayaran Cicilan] sebesar Rp [Jumlah Cicilan per bulan/periode] mulai bulan [Bulan] tahun [Tahun] hingga lunas.

2.  Setiap pembayaran yang dilakukan oleh PIHAK KEDUA akan diakui sah apabila telah diterima dan dibukukan di rekening PIHAK PERTAMA atau dibuktikan dengan kuitansi penerimaan pembayaran yang ditandatangani oleh PIHAK PERTAMA.

**PASAL 3**
**PENGALIHAN HAK DAN PENYERAHAN KEPEMILIKAN**

1.  PARA PIHAK sepakat bahwa proses pengalihan hak kepemilikan atas OBJEK PERJANJIAN dari PIHAK PERTAMA kepada PIHAK KEDUA akan dilakukan dengan penandatanganan Akta Jual Beli (AJB) di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang ditunjuk dan disepakati oleh PARA PIHAK.
2.  Penandatanganan AJB sebagaimana dimaksud dalam Ayat 1 Pasal ini akan dilaksanakan paling lambat [Jumlah] hari/bulan setelah seluruh pembayaran harga jual beli dilunasi oleh PIHAK KEDUA kepada PIHAK PERTAMA, atau pada tanggal [Tanggal Pasti AJB jika sudah disepakati].
3.  PIHAK PERTAMA berkewajiban untuk menyerahkan Sertifikat Asli OBJEK PERJANJIAN, Kunci Bangunan (jika ada), dan seluruh dokumen relevan lainnya kepada PIHAK KEDUA paling lambat pada saat penandatanganan AJB.
4.  PIHAK PERTAMA bertanggung jawab untuk mengosongkan OBJEK PERJANJIAN dari barang-barang milik PIHAK PERTAMA dan menyerahkannya dalam keadaan kosong / [Sebutkan keadaan lain yang disepakati, misal: dengan perabot yang sudah disepakati] kepada PIHAK KEDUA paling lambat pada tanggal [Tanggal Penyerahan Fisik Properti].

**PASAL 4**
**JAMINAN PIHAK PERTAMA**

1.  PIHAK PERTAMA menjamin bahwa OBJEK PERJANJIAN adalah milik sah PIHAK PERTAMA, diperoleh dengan cara yang sah, dan tidak sedang dalam sengketa dengan pihak manapun.
2.  PIHAK PERTAMA menjamin bahwa OBJEK PERJANJIAN tidak sedang dibebani hak tanggungan (hipotek), sita, atau ikatan lainnya yang dapat menghalangi proses jual beli ini.
3.  PIHAK PERTAMA menjamin memiliki hak penuh dan wewenang untuk menjual dan mengalihkan hak atas OBJEK PERJANJIAN kepada PIHAK KEDUA.
4.  Apabila di kemudian hari timbul sengketa mengenai kepemilikan OBJEK PERJANJIAN yang disebabkan oleh hal-hal sebelum tanggal penandatanganan SPJB ini, maka PIHAK PERTAMA bertanggung jawab penuh untuk menyelesaikan sengketa tersebut tanpa melibatkan PIHAK KEDUA, dan segala kerugian yang timbul menjadi tanggung jawab PIHAK PERTAMA.

**PASAL 5**
**PAJAK DAN BIAYA**

1.  Pajak Penghasilan (PPh) atas transaksi jual beli ini menjadi tanggung jawab **PIHAK PERTAMA**.
2.  Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) menjadi tanggung jawab **PIHAK KEDUA**.
3.  Biaya pembuatan Akta Jual Beli (AJB) di PPAT ditanggung oleh **PARA PIHAK** secara bersama-sama dengan perbandingan [Perbandingan, misal: 50% PIHAK PERTAMA, 50% PIHAK KEDUA] atau sepenuhnya ditanggung oleh [Sebutkan pihak yang menanggung].
4.  Biaya-biaya lain yang mungkin timbul sehubungan dengan proses balik nama sertifikat dan pengalihan hak (misalnya biaya notaris/PPAT selain biaya AJB, biaya penerimaan negara bukan pajak di BPN) ditanggung oleh **PIHAK KEDUA**.
5.  Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tahun berjalan pada saat transaksi ini ditandatangani menjadi tanggung jawab **PIHAK PERTAMA**. PBB untuk tahun-tahun berikutnya menjadi tanggung jawab **PIHAK KEDUA**. Jika ada tunggakan PBB sebelum tahun transaksi, sepenuhnya menjadi tanggung jawab PIHAK PERTAMA.

**PASAL 6**
**FORCE MAJEURE**

Apabila terjadi keadaan *force majeure* (keadaan kahar) seperti bencana alam, huru-hara, perang, dan lain-lain yang secara langsung mempengaruhi pelaksanaan perjanjian ini, maka **PARA PIHAK** akan berunding untuk mencari solusi terbaik. Keadaan *force majeure* tidak termasuk kelalaian atau ketidakmampuan finansial salah satu pihak.

**PASAL 7**
**SANKSI DAN PEMBATALAN**

1.  Apabila PIHAK KEDUA lalai atau wanprestasi dalam melaksanakan kewajibannya, termasuk namun tidak terbatas pada keterlambatan pembayaran sesuai jadwal, maka PIHAK KEDUA dikenakan denda sebesar [Jumlah Denda, misal: 0.1% dari jumlah yang tertunggak] per hari dari jumlah yang tertunggak. Jika keterlambatan pembayaran melebihi [Jumlah Hari/Minggu/Bulan] hari/minggu/bulan, maka PIHAK PERTAMA berhak membatalkan perjanjian ini secara sepihak.
2.  Dalam hal pembatalan perjanjian oleh PIHAK PERTAMA karena kelalaian PIHAK KEDUA, maka seluruh uang muka dan/atau pembayaran yang telah diterima oleh PIHAK PERTAMA akan hangus dan menjadi milik PIHAK PERTAMA sebagai kompensasi kerugian, tanpa mengurangi hak PIHAK PERTAMA untuk menuntut kerugian lainnya jika ada.
3.  Apabila PIHAK PERTAMA lalai atau wanprestasi dalam melaksanakan kewajibannya, termasuk namun tidak terbatas pada kegagalan menyediakan dokumen untuk AJB, menolak melaksanakan AJB tanpa alasan yang sah, atau OBJEK PERJANJIAN ternyata bermasalah sebagaimana dijamin dalam Pasal 4, maka PIHAK KEDUA berhak membatalkan perjanjian ini.
4.  Dalam hal pembatalan perjanjian oleh PIHAK KEDUA karena kelalaian PIHAK PERTAMA, maka PIHAK PERTAMA berkewajiban mengembalikan seluruh uang muka dan/atau pembayaran yang telah diterima dari PIHAK KEDUA secara penuh, ditambah dengan kompensasi sebesar [Jumlah Kompensasi, misal: 10% dari total harga jual beli] paling lambat [Jumlah] hari setelah pembatalan dinyatakan.

**PASAL 8**
**PENYELESAIAN SENGKETA**

1.  Setiap perselisihan atau sengketa yang timbul dari atau sehubungan dengan perjanjian ini akan diselesaikan secara musyawarah untuk mufakat oleh **PARA PIHAK**.
2.  Apabila penyelesaian secara musyawarah tidak mencapai mufakat dalam waktu [Jumlah] hari/bulan sejak pemberitahuan adanya sengketa, maka **PARA PIHAK** sepakat untuk menyelesaikan sengketa tersebut melalui jalur hukum dengan memilih domisili hukum yang tetap di Pengadilan Negeri [Nama Pengadilan Negeri, misal: Pengadilan Negeri Jakarta Selatan].

**PASAL 9**
**PENUTUP**

1.  Perjanjian ini dibuat rangkap 2 (dua) asli, bermaterai cukup, ditandatangani oleh **PARA PIHAK** dan saksi-saksi (jika ada), dan masing-masing pihak mendapatkan 1 (satu) rangkap yang memiliki kekuatan hukum yang sama.
2.  Hal-hal yang belum diatur dalam perjanjian ini akan disepakati kemudian oleh **PARA PIHAK** dalam bentuk addendum (perjanjian tambahan) yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari perjanjian ini.
3.  Perjanjian ini berlaku sejak tanggal ditandatangani oleh **PARA PIHAK**.

Dibuat di : [Kota Pembuatan SPJB]
Tanggal : [Tanggal Pembuatan SPJB]

**PIHAK PERTAMA** (Penjual)                 **PIHAK KEDUA** (Pembeli)

[Tanda Tangan]                               [Tanda Tangan]
( [Nama Lengkap Penjual] )                  ( [Nama Lengkap Pembeli] )

**SAKSI-SAKSI** (jika ada)

[Tanda Tangan]                               [Tanda Tangan]
( [Nama Lengkap Saksi 1] )                  ( [Nama Lengkap Saksi 2] )

Tips Penting Saat Membuat dan Menandatangani SPJB

Membuat SPJB bukan sekadar mengisi template. Ada beberapa hal yang perlu Anda perhatikan dengan serius. Pertama dan terpenting, pastikan semua pihak yang berhak hadir dan menandatangani. Jika penjual adalah suami istri, sebaiknya keduanya tanda tangan atau ada surat kuasa yang sah. Jika properti milik perusahaan, pastikan yang tanda tangan adalah direksi yang berwenang. Jangan sampai ada pihak yang berhak tapi tidak terlibat.

Legal Document
Image just for illustration

Kedua, verifikasi data properti dan penjual/pembeli. Cek keaslian sertifikat, IMB (Izin Mendirikan Bangunan), dan bukti pembayaran PBB terakhir. Cocokkan nama dan data di sertifikat dengan identitas penjual. Jangan ragu meminta salinan dokumen dan memeriksanya. Anda bisa juga cek ke BPN (Badan Pertanahan Nasional) untuk memastikan status sertifikat dan tidak ada sengketa.

Ketiga, jelaskan dengan detail mekanisme pembayaran dan jadwalnya. Semakin rinci semakin baik. Cantumkan nomor rekening tujuan dengan jelas. Sepakati apa yang terjadi jika ada keterlambatan pembayaran atau pelunasan. Kejelasan di awal mencegah argumen di kemudian hari.

Keempat, sepakati timeline untuk proses AJB dan serah terima fisik properti. Kapan pelunasan harus dilakukan? Kapan AJB akan dilaksanakan? Kapan pembeli bisa menempati atau mengambil alih properti? Jadwal yang pasti membantu kedua pihak merencanakan langkah selanjutnya.

Kelima, konsultasikan dengan Notaris atau PPAT. Terutama untuk transaksi dengan nilai besar atau jika ada kerumitan tertentu (misalnya objek properti masih dalam sengketa, ada ahli waris terlibat, atau pembayaran KPR). SPJB yang dibuat di bawah tangan (tanpa Notaris) memiliki kekuatan hukum yang lebih lemah dibandingkan SPJB yang dibuat Notaris (Akta Notariil). Akta Notariil memiliki kekuatan pembuktian yang lebih kuat di pengadilan. Notaris bisa membantu menyusun klausul yang tepat dan memeriksa legalitas dokumen.

Perbedaan SPJB dan AJB

Penting untuk memahami bahwa SPJB berbeda dengan AJB. SPJB adalah perjanjian pra-jual beli, yang dibuat di bawah tangan (kecuali jika dibuat di hadapan Notaris sebagai Akta Notariil). SPJB merupakan bukti ikatan awal atau kesepakatan antara penjual dan pembeli sebelum jual beli resmi dilakukan. Kekuatan hukumnya mengikat para pihak yang tanda tangan, namun tidak secara otomatis mengalihkan hak kepemilikan properti.

Fitur SPJB (Surat Perjanjian Jual Beli) AJB (Akta Jual Beli)
Sifat Perjanjian Pengikatan / Perjanjian Pendahuluan Peralihan Hak Milik Secara Resmi
Pembuat Para Pihak Langsung atau Dibuat di Hadapan Notaris Wajib di Hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
Kekuatan Hukum Mengikat Para Pihak (Jika wanprestasi, bisa dituntut) Bukti Otentik Peralihan Hak Milik (Langsung mengubah status kepemilikan)
Peralihan Hak Belum Terjadi Terjadi pada saat penandatanganan AJB
Pendaftaran BPN Tidak Didaftarkan (atau hanya dicatat di buku Notaris jika Akta Notariil) Wajib Didaftarkan di BPN untuk balik nama sertifikat
Tujuan Utama Mengikat Komitmen Awal, Menetapkan Syarat Pembayaran/Pelunasan Melaksanakan Jual Beli Sesuai Hukum dan Mengalihkan Kepemilikan

AJB adalah akta otentik yang dibuat oleh PPAT dan merupakan bukti sah terjadinya peralihan hak atas tanah dan bangunan dari penjual kepada pembeli. Setelah AJB ditandatangani, PPAT akan mendaftarkan akta tersebut ke BPN untuk proses balik nama sertifikat. Hanya dengan AJB dan pendaftaran di BPN, status kepemilikan properti beralih secara sah menurut hukum pertanahan di Indonesia. SPJB menjadi dasar untuk nanti pembuatan AJB.

Fakta Menarik Seputar Transaksi Properti di Indonesia

Tahukah kamu? Proses balik nama sertifikat setelah AJB ditandatangani di PPAT itu punya jangka waktu tertentu, lho. PPAT biasanya punya kewajiban untuk mendaftarkan AJB ke BPN dalam jangka waktu paling lambat 7 hari kerja sejak ditandatangani. Ini supaya proses administrasi pengalihan hak bisa segera berjalan dan pembeli mendapatkan kepastian hukum atas propertinya.

Fakta lainnya, biaya Notaris/PPAT untuk pembuatan AJB itu tarifnya diatur oleh undang-undang, maksimal 1% dari nilai transaksi (NJOP atau nilai transaksi, dipilih mana yang lebih tinggi). Jadi, kalau ada PPAT yang pasang tarif jauh di atas itu, kamu berhak mempertanyakannya. Selain itu, biaya pajak (PPh dan BPHTB) itu besarannya juga sudah ditetapkan persentasenya dari nilai transaksi, lho.

Risiko Transaksi Tanpa SPJB atau AJB yang Benar

Melakukan transaksi properti hanya berdasarkan kesepakatan lisan atau kuitansi biasa itu sangat berisiko. Tanpa SPJB, apalagi tanpa AJB, pembeli sangat rentan kehilangan uang atau properti yang sudah dibayar. Penjual juga bisa dirugikan jika pembeli ingkar janji. Status kepemilikan yang tidak jelas akan menyulitkan pembeli untuk mengurus IMB baru, mengajukan KPR dengan jaminan properti tersebut, atau bahkan menjual kembali propertinya di masa depan.

Sengketa kepemilikan tanah adalah kasus yang cukup sering terjadi dan penyelesaiannya bisa memakan waktu bertahun-tahun serta biaya yang tidak sedikit. Dokumen yang tidak lengkap atau prosedur yang tidak sesuai hukum bisa jadi pemicu utama sengketa ini. Jadi, jangan pernah remehkan kekuatan surat perjanjian dan pentingnya melibatkan PPAT.

Kesimpulan

Surat Perjanjian Jual Beli (SPJB) tanah dan bangunan adalah langkah awal yang sangat penting dalam proses pembelian properti. Dokumen ini mengikat komitmen antara penjual dan pembeli serta merinci semua kesepakatan terkait harga, cara pembayaran, dan jadwal pelaksanaan Akta Jual Beli (AJB). Meskipun belum mengalihkan hak kepemilikan secara resmi seperti AJB yang dibuat oleh PPAT, SPJB memberikan kepastian dan perlindungan hukum awal bagi kedua belah pihak.

Membuat SPJB yang lengkap dan jelas, dengan mencantumkan identitas pihak, deskripsi objek, harga, cara pembayaran, jaminan, sanksi, dan penyelesaian sengketa, adalah kunci untuk menghindari masalah di kemudian hari. Selalu pastikan semua dokumen properti diverifikasi dan jika perlu, libatkan Notaris atau PPAT sejak awal untuk menyusun SPJB yang kuat secara hukum. Proses yang benar dari SPJB hingga AJB dan balik nama sertifikat akan menjamin transaksi yang aman dan sah.

Gimana, sudah lebih paham kan pentingnya SPJB dalam jual beli properti? Punya pengalaman atau pertanyaan seputar SPJB ini? Yuk, share di kolom komentar di bawah! Siapa tahu pengalamanmu bisa membantu orang lain yang sedang berencana jual beli properti.

Posting Komentar